Yatsrib sebelum Nabi Hijrah

KITA bisa membacanya dari perspektif politik. Betapa para pemuka Quraisy telah membikin “putus asa” Muhammad, sehingga ia mencari tempat lain yang jauh dari Makkah. Dan tempat yang tepat buat kelangsungan risalahnya saat itu adalah Yatsrib. 

Karena menentang dakwah, yakni Quraisy keluar dari aturan-aturan yang diberlakukan leluhur mereka sejak Qushay, terutama berkenaan dengan kebebasan berkeyakinan. Kebebasan yang sejatinya menjadi jaminan lancarnya pergerakan dagang dan membeludaknya kunjungan pasar dari berbagai agama dan keyakinan. Kemudian, mereka dengan tegas menentang habis-habisan dakwah baru tersebut dan penyerunya, Muhammad. 

Secara tergesa-gesa, mereka mengira bahwa ide risalah tersebut adalah salah satu rangkaian dari taktik keluarga Hasyim untuk menguasai kursi kepemimpinan. Mereka dengan keras hati menghalangi setiap gerak langkah Muhammad, karena khawatir Muhammad bakal menghegemoni Darun Nadwah. 

Sebagaimana diketahui, pada saat itu Makkah dan Yatsrib saling bersaing. Namun, kondisi ekonomi masyarakat kedua kota itu berbeda. Perdagangan menjadi urat saraf perekonomian Makkah. Sedangkan penopang perekonomian Yatsrib adalah pertanian dan perkebunan, di antaranya anggur dan biji-bijian. Selain keduanya, ada juga keterampilan dan industri, seperti produksi senjata dan peralatan perang. Juga dari aktivitas ekspor berupa pedang, baju zirah, topi besi, busur, anak panah, pakaian perang model Romawi yang melindungi seluruh tubuh, dan pelindung kepala dari besi yang hanya terdapat dua lubang mata.

Karena bertumpu pada pertanian dan perkebunan, masyarakat Yatsrib cenderung menetap. Namun, termasuk kabilah yang belum stabil, lantaran terdiri dari berbagai macam bangsa, bukan hanya penduduk asli. Di sana terdapat tiga kabilah besar Yahudi: Qainuqa, Nadhir, dan Quraizhah. Aus dan Khazraj sebagai penduduk asli. Dan sebelum Nabi hijrah, kerap terjadi pertikaian antara Aus dan Khazraj, di mana kekuatan yang sesungguhnya berada di tangan Yahudi kaya.

Di sisi lain, keterampilan bertani warga Yatsrib menjadi ciri khas unggul, menjadikan mereka selalu waspada terhadap kabilah-kabilah di sekitarnya. Mereka khawatir hasil pertanian dirampas, maka mereka pun banyak mendirikan benteng. Sudah pasti pembangunan itu disertai dengan keterampilan berperang. Dibandingkan dengan Makkah, kemampuan berperang Yatsrib jauh lebh unggul, termasuk dalam gelar perang dan senjata. 

Kemudian juga, ada perbedaan yang mencolok dalam hal pemikiran antara Yatsrib dan Makkah. Pemikiran orang Makkah telah melewati serangkaian kepercayaan lama hingga tahap mempercayainya secara penuh. Selanjutnya, kepercayaan itu berubah menjadi alat untuk meraih keuntungan dalam perdagangan. 

Berbeda dengan Yatsrib, keyakinan penuh pada kepercayaan itu hanya pada diri kaum Yahudi. Sementara penduduk asli masih awam dalam keyakinan, sehingga mereka sebegitu mengagumi Kaum Yahudi karena punya Taurat dan kisah panjang yang hingga terusir dari Palestina oleh imperium Roma pada tahun 70, dan lantas menetap di kota ini. Kaum pribumi walau tidak sampai menganut agama Yahudi, karena bukan dari bani mereka, tetapi jiwa mereka sudah dipengaruhi oleh agama yang berlandaskan Taurat hingga mereka pun turut menunggu-nunggu kedatangan nabi baru, sebagaimana tersiar dalam kitab itu. 

Itulah pula, orang-orang Yatsrib langsung menerima dakwah Muhammad Saw., karena berita tentang kehadiran sang nabi. Dan pula, ketauhidan yang terkandung dalam Taurat menjadi sebab terpisahnya Arab Yatsrib dengan paganisme, menjadi salah satu faktor yang mempersiapkan mereka mudah menerima pemikiran monoteisme yang diusung Baginda Nabi.

Mereka membanggakannya kepada kaum Yahudi yang selama ini telah membanggakan sejarah nabi-nabi dari kitab suci mereka. Ditambah lagi dengan lemahnya kematangan ekonomi dan masyarakat dibandingkan dengan yang di Makkah, pemikiaran keagamaan di Yatsrib tidak dijadikan sarana untuk menambah penghasilan. 

Nah, sebelum hijrah, telah terjadi dua kali pertemuan di Aqabah antara Nabi dengan para pemimpin Yatsrib. Kita bisa membaca ini sebagai cikal kelahiran pemerintahan baru di kemudian waktu. Meski, nota kesepakatan mereka, pada awal hanya untuk membela Nabi, karena di Makkah beliau mendapat penolakan dari keluarganya sendiri, dari Bani Hasyim yang sebagian besar masih memusuhinya. 

Nota kesepakatan itu, sekali lagi bisa kita baca sebagai perpindahan perlindungan baru, yang sebelumnya beliau peroleh dari Abu Thalib. Dengan berhijrah, Baginda Muhammad hendak menepis tekanan dari paman-pamannya. 

Itulah kenapa, Abbas bin Abdul Muthalib turut menyertai Nabi dalam pertemuan kedua. Abbas yang merupakan salah satu pamanda Nabi, yang menjauhi agama kaumnya, kepingin memastikan bahwa keponakannya bakal mendapat perlindungan di Yatsrib.

Abbas menandaskan. “Wahai kaum Khazraj, seperti yang telah kalian ketahui bahwa Muhammad memiliki kedudukan di sisi kami. Kami telah membelanya dari kaum kami yang memusuhinya. Seandainya kalian benar-benar hendak menunaikan apa yang telah kalian terima darinya, dan kalian membelanya dari orang-orang yang memusuhi, silakan! Namun, seandainya kalian bermaksud menyerahkan dan mengecewakannya, lebih baik kalian meninggalkannya sekarang juga.”

Para utusan dari Yatsrib itu, dan barangkali kita saat ini pun akan berpikir sama tentang niatan untuk berperang dalam nada ucapan yang ditekankan Abbas, maka dengan kebulatan tekad mereka berkata, “Baiatlah kami, wahai Rasulullah! Demi Allah, kami adalah ahli perang dan ekspert membuat senjata yang kami warisi secara turun-temurun.”

Kemudian, Abu Haitam memotong, “Wahai Rasulullah, kami terikat perjanjian dengan beberapa kaum dan kami akan memutuskannya. Apakah ketika Allah telah memberimu kemenangan, Anda akan kembali kepada kaummu dan meninggalkan kami?”

Muhammad menjamin, “Darahmu adalah darahku, kehancuranmu adalah kehancuranku. Aku adalah bagian dari kalian dan kalian adalah bagian dariku.”

Setelah berbaiat, beberapa hendak berpamitan, tetapi salah satu mereka, Ubadah bin ash-Shamit berkata, “Jika Anda, wahai Nabi, menghendaki, kami siap untuk menyerang warga Mina dengan pedang-pedang kami, saat ini pula.”

Seraya mengulas senyum, Nabi Saw. menjawab, “Aku belum diperintahkan Allah untuk menyerang, Saudaraku.” 

Selang berikutnya, terlaksanalah hijrah Nabi beserta keluarga dan para sahabat ke Yatsrib. Dari sisi perdagangan, unsur-unsur Yahudi belum mendapatkan masalah saat kedatangan Nabi. Mereka masih bisa menguasai kedua suku pribumi, malah berspekulasi bakal menguasai seorang Muhammad. Bahkan kaum Yahudi Yatsrib ini juga berspekulasi, pusat dan jantung Jazirah Arab sekiranya dapat berpindah dari Makkah ke Yatsrib, sehingga mereka mendapatkan manfaat besar dan keuntungan materi yang berlimpah.

Demikianlah. []

Ungaran, 21 November 2025  

Baca juga: Membangun Masjid 

Posting Komentar

0 Komentar