Hakikat Persaksian

KASUS yang menerpa diri Sayyidah Aisyah, yang otomatis menyeret kemuliaan suaminya, merupakan serangan yang sungguh mematikan. 

Sebuah serangan yang langsung menusuk ke jantung si korban. Dan Baginda Muhammad masih tetap sebagai manusia biasa yang juga dilanda kegelisahan, meski ia yakin Bunda Aisyah tak bersalah.

Nah, saya sepaham dengan penjelasan Dr. Said Ramadhan, Sayyidah Aisyah adalah orang pertama yang mengetahui hakikat Baginda Muhammad Saw.

Pertama, Baginda Rasul Muhammad Saw. sebagai utusan Allah Swt. tidak lantas membuat beliau steril dari keadaan diri selaku manusia biasa. Kabar dusta itu telah menyerang emosi kemanusiaan Rasulullah Saw. Beliau tidak mengetahui persis selain apa yang telah dijelaskan Sayyidah Aisyah dan sahabat Shafwan. 

Bantahan Sayyidah Aisyah tak lantas membuat gelisah Baginda Muhammad surut. Sehingga, peristiwa yang meluas sekembalinya dari Bani Musthaliq, menunjukkan bahwa Baginda Muhammad tetap manusia yang memiliki perasaan dan pemikirannya sendiri sebagaimana lazimnya manusia-manusia yang lain.

Baginda Muhammad Saw. tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui apa yang ada di balik peristiwa. Beliau tidak bisa menyingkap apa yang benar-benar telah mendera sang istri. Maka, beliau pun meminta pertimbangan dari Sayyidina Ali, dari Sayyidina Usamah, dan juga dari pembantu Sayyidah Aisyah.

Kedua, persoalan fitnah itu selesai begitu turun wahyu yang membersihkan Bunda Aisyah dari tuduhan keji. Hal ini pun menunjukkan betapa Baginda Muhammad tidak memiliki kuasa atas cepat lambatnya wahyu turun.

Wahyu Al-Quran benar-benar dari kehendak Allah Swt., bukan dari keinginan atau rekayasa Baginda Muhammad. Wahyu berasal dari luar diri Baginda Muhammad, bukan dari dalam sebagaimana diyakini oleh sebagian cendekiawan yang menyamakannya dengan atau sebagai ilham.

Ayat-ayat Al-Quran terlepas dari emosi dan harapan Baginda Muhammad. Wahyu Allah Swt. bukanlah hasil gejolak kejiwaan dalam hati beliau. Maka, dari kabar yang tersiar di seantero Madinah itu, jelas bahwa Baginda Muhammad sama sekali tidak merekayasa imajinasi dan pemikirannya agar Sayyidah Aisyah bisa secepatnya pulih dari tuduhan dengan membacakan ayat-ayat Al-Quran.

Baginda Muhammad, sekali lagi, hanya berperan sebagai penerima, penjelas, dan pelaksana wahyu. Beliau sepenuhnya tak berwewenang agar wahyu turun lebih cepat atau lebih awal, sebelum berita bohong itu meluas dan menggerogoti keyakinan masyarakat Madinah terhadap martabat keluarga beliau.

Saya bayangkan saat itu Sayyidah Aisyah terus-terusan bermuka masam, karena ayat yang memulihkan kehormatan dirinya tak kunjung turun. Berbeda dengan kasus Sayyidah Zainab binti Jahsy, misalnya, Allah Swt. seketika turun mengatasi untuk membebaskannya dan menikahkan dengan Baginda Nabi.

Sementara, desas-desus yang menyeret harga diri Bunda Aisyah mesti bersilang sengkarut terlebih dahulu hingga sebulan lebih lamanya. Seolah menunggu sampai air mata Sayyidah Aisyah habis terkuras. Seakan ditunda-tunda hingga sakitnya semakin parah. Sampai perasaan kedua orangtuanya teraduk-aduk.

Namun, apa pun itu toh akhirnya Bunda Aisyah mengerti betul hakikat persaksiannya. Betapa suami terkasihnya adalah nabi dan rasul yang benar-benar berwajah manusiawi. Betapa yang kemudian menjadi satu-satunya hanyalah Allah, selain Dia adalah fatamorgana yang selayaknya dilupakan.

Itulah, tatkala Ummu Ruman meminta putrinya untuk bergegas berterimakasih kepada Baginda Rasul, Sayyidah Aisyah menolak tegas, “Demi Allah, aku tidak akan berterimakasih kecuali kepada Allah Swt.”

Walhasil, fitnah itu pun berakhir. Sayyidah Aisyah kembali ke pondoknya, ke lubuk hati suami tercintanya. Semenjak itu Sayyidah Aisyah semakin matang, makin terhormat di sisi Baginda Nabi. Madu-madunya yang lain pun semakin menyeganinya. 

Baginda Muhammad juga jadi lebih mengerti kecerdasan, kehormatan, dan keikhlasan Sayyidah Aisyah. Sampai-sampai Jibril a.s. berkirim salam kepadanya. “Wahai Humayra, ini Jibril menyampaikan salam untukmu,” tutur sang suami.

“Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah Allah dilimpahkan kepadanya juga,” balas Bunda Aisyah.

Hari berikutnya Baginda Muhammad memanggil Masthah bin Utsatsah, Hassan bin Tsabit, dan Hannah binti Jahsy. Ketiganya dihukum 80 kali cambukan karena turut menuduh Sayyidah Aisyah selingkuh. Tak terkecuali Abdullah bin Ubay juga kena sanksi.

Begitulah! []

Ungaran, 16 Oktober 2025

Baca juga: Zainab binti Jahsy dan Seuntai Kalung

Posting Komentar

0 Komentar