Sebagai Titik Tolak

BAGINDA Nabi tidak hanya berdakwah kepada kaumnya, Quraisy, yang tidak jemu-jemu menimpakan derita dan siksaan. Tetapi Nabi Saw. juga terjun menemui berbagai suku yang datang dari luar Makkah pada setiap musim haji.

Beliau menawarkan diri sebagai pemandu sambil mengajak mereka mengambil “komoditi” agama dan “harta karun” tauhid. Beliau mondar-mandir ke sana kemari melakukan itu tanpa seorang pun menyambut seruannya.

Sebelas tahun Baginda Rasul berjuang menghadapi berbagai rintangan dan penderitaan yang sangat berat tanpa mengenal istirahat dan ketenangan. Setiap saat kaum Quraisy terus mencari peluang untuk menyakiti bahkan membunuh beliau. Namun, semua itu tidak mengendurkan tekadnya, tidak pula melemahkan semangat dan perjuangannya.

Sebelas tahun Baginda Muhammad menderita keterasingan di tengah kaum dan komunitasnya sendiri, dan di antara suku-suku yang ada di sekitar Makkah. Namun, beliau tidak berputus asa dan tidak jemu. Semua itu tidak memengaruhi tekadnya dan tidak mengurangi kedekatannya kepada Allah.

Sebelas tahun Rasulullah Saw. berjihad dan bersabar di jalan Allah. Semua itu merupakan “harga” dan “jalan” bagi tumbuh kembang Islam yang sangat pesat ke seluruh penjuru bumi. Di hadapannya, runtuhlah kekuatan Romawi, takluklah kebesaran Persia, dan melelehlah segala sistem sosial dan peradaban di sekitarnya.

Tanpa jihad, kesabaran, dan jerih payah itu, sebenarnya mudah bagi Allah untuk menegakkan sendi-sendi masyarakat Islam. Namun, inilah sunnatullah yang berlaku bagi hamba-hama-Nya. Dia menghendaki agar penghambaan kepada-Nya terwujud pada diri mereka secara suka rela, didorong tekad dan perjuangan mereka sendiri.

Penghambaan ini tidak akan terwujud tanpa kerja keras dan pengerahan segala kemampuan. Setiap saat Rasulullah harus menyaring mana yang jujur dan mana yang munafik. Penghambaan beliau kepada Allah tidak terwujud tanpa penderitaan dan kematian sebagai syahid. Dan tidaklah adil jika manusia memperoleh laba tanpa mengeluarkan modal.

Oleh karenanya, Allah menugasi manusia dua hal, yakni menegakkan syariat Islam dan komunitas Islam, serta melaksanakan tugas pertama itu melalui jalan yang penuh duri dan tanjakan, bukan jalan yang lempang dan landai.

Nah, buah yang dinanti-nantikan Baginda Nabi justru datang dari luar Quraisy, jauh dari kaum beliau sendiri, padahal beliau telah bergaul dan hidup di tengah mereka sekian lama. Kenapa demikian?

Kita bisa membacanya sebagai kebijaksanaan Tuhan: para penolong Rasulullah berasal dari luar lingkungan dan sebagian kecil kaumnya, agar tidak ada yang berprasangka bahwa dakwah Baginda Muhammad hanyalah propaganda nasionalisme, yang hendak mengangkat Quraisy, dan seterusnya.

Juga kita bisa lihat kehidupan dan lingkungan Madinah, seakan memang Allah telah mempersiapkan sebagai persemaian peradaban Islam. Betapa penduduk Madinah telah memiliki kesiapan jiwa untuk menerima seruan Baginda Rasul.

Penduduk Madinah adalah campuran antara penduduk pribumi dan imigran Yahudi. Kaum pribumi terbagi atas dua suku besar, Aus dan Khazraj. Sementara, kaum Yahudi terbagi atas tiga suku: Bani Quraizhah, Bani Nadhir, dan Bani Qainuqa’.

Kaum Yahudi, sudah lama terus melakukan tipudaya sehingga menerbitkan kedengkian dan permusuhan di kalangan pribumi, sampai-sampai terjadi saling bunuh yang tak berkesudahan.

Dalam peperangan yang panjang ini, masing-masing suku bersekutu dengan salah satu suku Yahudi. Suku Aus bersekutu dengan Bani Quraizhah, sementara suku Khazraj bersekutu dengan Bani Nadhir dan Bani Qainuqa’.

Selama masa itu, setiap kali terjadi perselisihan antara pribumi dan imigran, kaum Yahudi mengancam pribumi bahwa sudah dekat masa datangnya seorang nabi, dan mereka akan menjadi  pengikutnya, dan bersamanya mereka akan menumpas baik suku Aus maupun Khazraj.

Keadaan demikian yang akhirnya justru membuat penduduk Madinah siang malam menanti kedatangan agama baru ini, dan ingin agar keutamaan agama ini bisa mempersatukan barisan mereka, mengembalikan kekuatan mereka, dan menghapus segela perselisihan. Dan yang terpenting, bebas dari dominasi kaum imigran.

Walhasil, Madinah memang telah dikondisikan bagi beliau untuk hijrah ke situ, sebagai titik tolak penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia.

Demikian. [] 

Baca juga: Isra’ Mi’raj

Posting Komentar

0 Komentar