Keislaman Umar bin Khattab (2)

(22)

SETELAH Umar selesai membaca ayat-ayat tersebut (Thaha: 1-16), berkata, “Alangkah bagusnya perkataan ini, alangkah mulianya.”

Kemudian ia bertanya kepada adiknya, Fathimah, “Sekarang ini juga, aku minta ditunjukkan tempat Muhammad. Ayo lekas, di mana dia sekarang?”

Khabbab bin Art, yang mendengar perkataan Umar sebegitu antusias terhadap ayat-ayat suci itu, keluar dari persembunyiannya dan berkata, “Nabi Saw. hari ini sedang berada di kampung Shafa, di rumah Arqam bin Abil Arqam mengajar para sahabatnya.”

“Ya, Khabbab, aku hendak datang kepadanya dan masuk Islam!” tegas Umar.

Umar bergegas menuju rumah Arqam. Dan pintu rumah sahabat Arqam terkunci karena sedang digunakan Nabi untuk mengajar. Saat itu, cara beliau mengajar pengikut-pengikutnya masih dengan sembunyi-sembunyi.

Sesampainya Umar di rumah Arqam sambil membawa pedang, ia mengetuk pintu dengan kerasnya karena tak sabar. 

“Siapa itu?” tanya sahabat yang bertugas sebagai penjaga.

“Ibnul Khattab!” jawab Umar.

Penjaga mengintai, dan ternyata benar yang datang adalah Umar yang sedang menghunus pedang. Penjaga itu tak segera membuka pintu, tapi melapor terlebih dahulu kepada Nabi. Sementara Umar tidak sabar menunggu lebih lama, ia kembali menggedor pintu dengan lebih keras.

Tidak ada seorang sahabat pun yang berani membukakan pintu. Mereka mencemaskan keselamatan Nabi. Tapi justru beliau sendiri yang malah meminta untuk dibukakan pintu, “Bukalah pintu, supaya Umar masuk! Semoga Allah menjadikannya seorang yang baik dan memberi petunjuk kepadanya.”

Hamzah menyetujui keponakannya, “Ya, bukalah pintu! Bila kedatangannya hendak bikin gaduh, aku yang akan menghabisinya.”

Namun, penjaga pintu masih belum mau membuka pintu saking cemasnya. Hamzah dan Zubair pun mendekati pintu, dan barulah sang penjaga itu berani membukakan pintu. Dan tatkala Umar masuk, dengan segera tangan kanannya dipegang Hamzah, sedang Zubair memegang tangan kiri.

Ketika Umar telah dekat di tempat duduk Nabi, seketika badannya gemetar memandang wajah teduh Baginda Muhammad. “Lepaskan Umar!” pinta beliau.

Kedua sahabat itu pun melepaskan Umar, dan kemudian Baginda Muhammad menarik pakaian Umar, “Apa maksud kedatanganmu kemari, hai Ibnul Khattab?”

“Demi Allah, aku menyangka bahwa engkau akan menghentikan perbuatanmu sehingga Allah menurunkan siksa yang amat menggoncangkan dadamu.” Lanjut beliau.

“Aku datang kemari hendak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan apa-apa yang telah datang dari Allah.” Tegas Umar.  

Nabi lalu menepuk dada Umar dengan tangan kanannya tiga kali dan bersabda, “Islamlah engkau, hai Umar bin Khattab! Ya Allah, tunjukilah hatinya! Ya Allah, tunjukilah Umar bin Khattab! Ya Allah, keluarkanlah apa-apa yang ada di dalam dada Umar dari perasaan benci dan gantilah dengan iman!”

“Apakah belum masanya bagimu Umar, menyaksikan bahwa tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya aku ini Rasulullah?” lanjut beliau.

Ketika itu juga Umar bin Khattab membaca syahadat di hadapan Nabi, “Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan melainkan Allah dan bahwasanya engkau Rasulullah.”

Dengan segera Nabi bertakbir tiga kali, yang secara serentak diikuti oleh seluruh yang memenuhi rumah Arqam. Dan dengan keislaman Umar bin Khattab, bukan main kegembiraan para sahabat. Mereka memandang ini sebagai rahmat yang besar. 

Sesudah diterima sebagai bagian dari kaum muslimin, Umar bertanya, “Ya Rasulullah, bukankah kita ini di atas kebenaran, walau kita dibunuh ataupun dihidupkan?”

“Ya betul,” jawab beliau, “demi Tuhan yang menguasai diriku di tangan kekuasaan-Nya, bahwa memang sesungguhnya kalian semua di atas kebenaran, sekalipun kalian sampai dibunuh ataupun dihidupkan.”

“Mengapa kita menyembunyikan agama kita, Ya Rasulullah, padahal kita di atas kebenaran dan mereka di atas kesalahan?” tanya Umar lagi.

“Bahwasanya kita masih sedikit, hai Umar! Dan engkau telah melihat sendiri apa yang telah kita dapat.” jawab Nabi.

Umar berkata lagi, “Tidaklah sepatutnya, Ya Rasulullah! Jika engkau hendak menyembunyikan agama ini, tampakkanlah agama ini! Maka demi Allah, tidak patut menyembah kepada Allah dengan sembunyi-sembunyi sesudah hari ini. Demi Tuhan yang mengutus engkau dengan kebenaran ini, tidak ketinggalan di satu majelis yang aku duduk di dalamnya dengan ada kekufuran, melainkan aku haruslah menampakkan di dalamnya dengan Islam dengan tidak gentar dan tidak takut.” 

Demikianlah, dan Nabi melihat kesungguhan Umar dalam membela agama Allah. Maka, pada suatu pagi di rumah Arqam, Umar menata barisan untuk pawai. Umar memohon perkenan Nabi berjalan di muka barisan dan di belakang beliau berjalan Umar dan Hamzah. Kedua sahabat inilah yang mengepalai pawai kaum muslimin. Kedua sahabat ini berjalan dengan menyelempangkan panah, sembari berseru, “Laa ilaaha illallah, Muhammadar rasulullahu.”

Begitu pagi itu. Pawai yang diikuti 140 orang, termasuk Baginda Nabi, berjalan mulai dari rumah Arqam, melewati rumah Umar, rumah Baginda Rasul, dan terus berjalan mengelilingi kampung-kampung yang berdekatan dengan Masjidil Haram, lantas masuk dan mengelilingi Ka’bah.

Para pemuka Quraisy tercengang menyaksikan pawai kaum muslimin, dan kecewa atas keislaman Umar. Mereka sungguh memendam kecewa dan menilai Umar akhirnya takluk kepada Muhammad. []

Baca juga: Keislaman Umar (1) 

Posting Komentar

0 Komentar