Hinaan Para Pemuka Quraisy

(24)

SELALU SAJA, pemuka-pemuka Quraisy mendatangi Nabi tidak juga untuk menunjukkan keimanan, tetapi menguji, atau lebih tepatnya menghina beliau.

“Muhammad,” tantang mereka, “jika engkau betul-betul Rasulullah, cobalah engkau meminta kepada-Nya untuk mengirim malaikat menyertai engkau! Kemudian, malaikat itu membenarkan engkau dan segala apa yang seringkali kaubacakan kepada kami. Barulah kami percaya bahwa engkau sungguh-sungguh pesuruh Allah.”

Salah seorang dari mereka menyambung, “Muhammad, jika memang engkau ditemani malaikat, maka malaikat itu mesti memberitahukan kami terlebih dahulu bahwa engkau itu pesuruh Allah.”

Seketika itu juga Allah menurunkan wahyu kepada beliau, Al-An’am: 8-10, “Dan, mereka akan mengatakan, ‘Mestinya diturunkan kepadanya (Muhammad) malaikat’, bila Kami turunkan malaikat pasti mereka sudah hancur dan tidak akan lagi ditangguhkan. Kalau Kami turunkan malaikat, pasti Kami jadikan wujudnya laki-laki, dan Kami biarkan mereka tetap ragu sebagaimana kini mereka ragu. Sungguh mereka telah memperolok-olok para rasul sebelum kamu, maka ditimpakan kepada sebagian mereka yang memperolok-olok azab yang pernah mereka lecehkan.” 

Jadi, sekiranya Allah menurunkan malaikat kepada Baginda Nabi supaya datang kepada mereka, tentu seketika itu juga semua urusan diputuskan karena mereka dibinasakan dan tidak akan diberi tempo lagi untuk beriman. 

Jika Allah menjadikan malaikat sebagai seorang utusan, tentu Allah menjadikan malaikat itu seperti seorang laki-laki. Malaikat akan menjadi ragu-ragu kepada mereka dan mereka pun akan ragu-ragu juga terhadap malaikat karena tidak dapat membedakan antara malaikat dan manusia. Mereka akan menuduh “itu manusia belaka”, sebagaimana tuduhan mereka kepada Nabi Saw. 

Dan kemudian seolah Allah hendak menghibur beliau bahwa para rasul-Nya sebelumnya diolok-olok dan ditertawakan juga oleh kaum kafir. Namun, kelakuan mereka pasti akan dibalas. Jika mereka sekarang suka mengolok-olok nabi, kelak mereka akan diolok-olok dan dipermainkan. 

Namun demikian, benar-benar para pemuka Quraisy itu makin kacau. Mereka parah, dan barangkali juga terjadi hari ini di mana gerakan ateis merebak, yakni para pemuka Quraisy itu meminta beliau menghadirkan Tuhan dan malaikat sekaligus di hadapan mereka.

Sehubungan dengan permintaan mereka itu, Allah menurunkan Al-Furqan: 21-22, “Orang-orang yang tidak mengharap pertemuan dengan Kami berkata, ‘Mengapa tidak diturunkan malaikat atau kita dapat melihat langsung Tuhan kita?’ Mereka menilai dirinya sangat tinggi, dan telah melampaui batas kezaliman. Pada hari mereka melihat malaikat, tidak ada yang menggembirakan mereka yang berdosa. Dan mereka berkata, ‘Semoga Allah menghindarkan bahaya ini dari saya’.”

Sehingga, orang-orang yang tidak mengharapkan atau tidak percaya kehadiran Allah kelak di hari kemudian dan menerima balasan dari hadirat-Nya, dengan sombongnya, “Mengapa bukan malaikat yang diturunkan kepada kami? Mengapa kami tidak bisa melihat Tuhan?” 

Mereka sungguh menyombongkan diri dan melampaui batas. Orang-orang semacam ini adalah orang-orang yang sangat durhaka. 

Selanjutnya, suatu hari mereka meminta Nabi melakukan perbuatan yang tidak biasa dilakukan manusia. Mereka mempertanyakan keabsahan beliau sebagai pesuruh Allah, tapi masih berlaku layaknya manusia biasa. Masih suka pergi ke pasar, makan dan minum, menikah, dan seterusnya. Bahkan mereka menuding beliau tidak layak karena melarat, papa, dan sengsara. Semestinya, dalam anggapan mereka, seorang nabi itu memiliki gedung yang besar dari emas dan perak, kebun-kebun yang hasilnya mencukupi kehidupan beliau sehari-hari.

Allah menjawab, dalam surah Al-Furqan: 7-8, “Mereka berkata, ‘Mengapa pula orang yang menyebut dirinya rasul, makan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan malaikat kepadanya untuk bersama-sama memberikan peringatan. Atau limpahkan kepadanya suatu harta kekayaan, atau diberikan kepadanya suatu kebun, yang dia makan dari kebun itu?’ Orang-orang yang zalim berkata, ‘kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang yang kena sihir’.”

Juga dalam ayat 20, “Kami tidak mengutus sebelummu beberapa orang rasul, kecuali mereka juga makan makanan dan juga berjalan di pasar-pasar. Kami jadikan sebagian kamu menjadi ujian bagi sebagian yang lain. Apakah kamu bersabar menghadapi semuanya? Dan Allah Tuhanmu Maha Melihat.

Begitulah para pembangkang Nabi, yang notabene pemuka-pemuka Quraisy, tapi enggan mengakui beliau sebagai utusan Tuhan. “Tidak mungkin Tuhan mengutus engkau Muhammad, engkau manusia biasa, bukan?” remeh mereka.

“Muhammad,” kata pembesar-pembesar itu lagi pada suatu waktu, “jika utusan Tuhan itu bukan malaikat, tentu salah seorang pembesar dua negeri kita ini yang dipilih-Nya untuk menjadi utusan. Tetapi, kenapa bukan Walid bin Mughirah atau Umar bin Mas’ud? Padahal, jika salah seorang dari mereka yang jadi utusan Tuhan, tentu kami dan semua orang percaya, bukan?”

Ya, para pembesar itu berkhayal bahwa seorang utusan-Nya mesti dipilih dari kalangan pembesar entah Makkah, entah Thaif. Tetapi senyatanya tidak demikian. Allah menetapkan Muhammad Saw. sebagai utusan-Nya, yang terlahir yatim, kemudian genap sebagai bocah yatim-piatu. 

Mereka berkata, ‘Mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan kepada orang besar dari dua kota yang penting (Makkah atau Thaif)?’“ (Az-Zukhruf: 31).

Demikian. []

Baca juga: Permintaa Pemuka Quraisy

Posting Komentar

0 Komentar