BOIKOT yang sarat kezaliman itu menyebabkan penderitaan yang sangat berat bagi Nabi Saw., keluarganya, dan kaum Muslim yang setia mengikutinya. Penderitaan itu mereka rasakan selama tiga tahun penuh.
Di situ juga ada kaum musyrik dari Bani Hasyim dan Bani Al-Muthalib, yang menyertai kaum Muslim menanggung penderitaan, lantaran tak rela membiarkan Rasul Muhammad mengalami kesusahan sendiri.
Tetapi mereka ini tetap berpegang teguh pada kemusyrikan dan menolak kebenaran yang dibawa Muhammad. Mereka tergerak melindungi Muhammad karena patuh pada fanatisme kabilah yang menuntut agar sanak kerabat dilindungi dari kejahatan dan kezaliman orang luar, tanpa memandang mana pihak yang benar, mana yang salah.
Sementara kaum Muslim, terutama Baginda Rasul, bersabar menanggung penderitaan itu demi menjalankan perintah Allah dan lebih mengutamakan kehidupan akhirat daripada dunia. Karena mereka memandang dunia lebih hina jika dibandingkan dengan ridha Allah Swt.
Mereka diboikot dari segala sisi penghidupan, baik ekonomi maupun sosial, bahkan dengan kaum mereka sendiri. Sehingga, mereka tak bisa membeli kebutuhan apa pun, dan tidak ada makanan yang bisa dibawa dari rumah, sampai-sampai mereka makan dedaunan.
Namun, mereka, terkhusus kaum Muslim, tetap bersabar menghadapinya, dan tetap setia mendampingi Baginda Rasul. Termasuk kelak, ketika terpaksa hijrah ke Madinah, Rasulullah Saw. beserta para sahabat meninggalkan rumah, harta, tanah, dan segala milik mereka.
Mereka meninggalkan begitu saja segala hal yang diidam-idamkan oleh orang yang tamak terhadap harta benda. Mereka beriman kepada Allah dan rasul-Nya tanpa pamrih apa pun. Mereka tidak menghitung-hitung harta kekayaan atau kekuasaan yang lepas dari tangan mereka.
Memang benar, kebanyakan orang yang pertama-tama mengikuti seruan Baginda Nabi adalah orang miskin dan para budak. Tapi bukan berarti lantaran pamrih agar kehidupan miskin dan sengsara mereka terentaskan secara materi duniawi. Sungguh, bukan lantaran mereka mengharapkan masa depan ekonomi yang lebih baik di bawah naungan ajaran yang dibawa Baginda Muhammad.
Seruan yang dibawa Baginda Rasul itu menetapkan timbangan keadilan di tengah masyarakat, dan menentang setiap yang berlaku zalim, semena-mena, dan sombong. Sehingga, wajar saja para pemuka Quraisy, yang terdiri dari bangsawan dan hartawan, menentang habis-habisan syiar Muhammad. Sebaliknya, ajaran ini disambut baik oleh setiap yang tertindas dan terzalimi, termasuk oleh orang-orang yang bukan pelaku penindasan atau kezaliman, tapi merasakan kemanfaatan, terutama dari sisi kedalaman ruhani.
Para pemuka Quraisy sebetulnya meyakini bahwa Muhammad itu berada di pihak yang benar, hanya saja, tabiat dan kondisi kepemimpinan dan kekuasaan tempo itu menghalangi mereka dari menerima ajaran baru atau bergaul dengan beliau. Tabiat yang non-egalitarian bahwa mustahil seorang yang di atas duduk bersama dengan budak dan kaum jelata.
Adapun selanjutnya, kaum Muslim dalam waktu singkat berhasil menaklukan Romawi dan Persia, itu pun juga bukan karena ambisi kekuasaan, atau syahwat dunia. Seandainya Umar mempersiapkan pasukan Qadisia dan melepas keberangkatan panglimanya, Sa’d bin Abi Waqqash, lantaran pengin merebut harta Kisra yang melimpah dan menduduki tahta kerajaan, tentu Sa’d sudah balik menemui Umar membawa kegagalan dan kehinaan. Namun, mereka membuktikan kesungguhan jihad demi memenangkan agama Allah.
Jika karena ingin memperoleh kekayaan dan mereguk nikmat dunia, pastilah Rabi bin Amir tidak perlu masuk tenda musuh dan lantang berkata, “Jika kalian memeluk Islam, kami akan pergi meninggalkan kalian, tanah kalian, dan harta benda kalian.”
Walhasil, justru karena tidak berambisi dunia, harta dan tahta, Allah Swt. memuliakan kaum Muslim dengan segenap kemegahan dunia, kemenangan imperium, dan sebagainya. Mereka hanya memikirkan upaya meraih ridha Allah dan menegakkan panji agama-Nya.
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang yang mewarisi (bumi).” (Al-Qashash: 5)
Demikian refleksi Al-Buthy soal pemboikotan yang dialami Baginda Nabi dan keluarga besar Bani Hasyim di lembah Mina. []
Baca juga: Falsafah Dakwah

0 Komentar