Membaca Tarikh

BERBICARA cinta manusia kepada sesamanya dan urusan dunia lainnya, Al-Qur’an mewanti-wanti agar jangan menyandingkan cintanya kepada yang lain sebagai kompetitor atau pesaing terhadap cinta dia kepada Allah.

Al-Qur’an memperingatkan agar jangan menjadikan cintanya kepada apapun itu sebagai cinta yang lain bersamaan dengan cintanya kepada Allah.

Di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165).

Kata “tandingan-tandingan” mencakup seluruh apa yang dijadikan padanan bagi Allah dalam urusan cinta, baik itu manusia atau makhluk lainnya.

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Ali Imran: 14).  

Sebuah afirmasi bahwa manusia itu suka banyak hal baik itu wanita, anak-anak, harta kekayaan, perniagaan, rumah, dan lain sebagainya. Namun, tetap bahwa jangan sampai ketika sudah mencintai apa saja, cinta itu menyepadani atau bahkan lebih besar daripada cinta kepada Allah.

Kemudian coba kita cermati yang berikut dengan mata hati yang jernih, “Katakanlah: jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” (At-Taubah: 24).

Allah Swt. tidak memerintahkan hamba-hamba-Nya agar cinta mereka hanya untuk Allah semata tidak untuk yang lain. Tidak demikian. Allah hanya meminta dari mereka agar jangan sampai cinta mereka kepada yang lain baik kepada manusia maupun kepada pelbagai macam kesenangan duniawi lebih besar ketimbang kecintaan mereka kepada Allah, kepada Rasul-Nya, dan berjalan menuju Dia.

Dus dengan demikian, seakan Allah berkata, “Aku perintahkan supaya cinta kalian kepada yang lain-lain itu tunduk dan terkendali oleh cinta kalian kepada-Ku, sehingga dengan itu cinta kalian pada mereka selamanya tunduk pada hukum dan syariat-Ku!”

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Baqarah: 195), dan firman “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran: 76).

Nah, syarat menggapai cinta-Nya adalah dengan “berbuat baik” atau “bertakwa”, yang dalam hal ini tentunya dalam konteks mengikuti apa yang dicontohkan Baginda Nabi. Tidak bisa sekadar mengandalkan perasaan atau pikiran telah berbuat kebajikan, atau tradisi kebaikan yang lazim di masyarakat.

Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran: 31). 

Sungguh pada pribadi Rasulullah, kamu dapatkan teladan yang agung bagi orang-orang yang mengharap ridha Allah, hari kemudian dan yang banyak mengingat-Nya.” (Al-Ahzab: 21).

Meskipun ayat 21 surah Al-Ahzab ini pertama-tama memang ditujukan kepada para pembela kota Madinah (dalam Perang Khandaq/Parit) yang didesak untuk meneladani keimanan, keberanian, dan ketabahan Nabi, tapi makna dan keabsahan ayat ini tidaklah terbatas waktunya, dan berlaku untuk segala situasi dan kondisi. 

Walhasil, betapa akhirnya, suka tak suka, guna memperbaiki diri dan lingkungan, dan untuk meraih keberkahan hidup dalam naungan cinta-Nya, kita mesti merujuk kembali kepada teladan Baginda Nabi Saw. Dan untuk meneladani beliau, syarat pertama dan utama, adalah membaca tarikh Nabi Muhammad Saw.

Oleh karenanya, saya menyederhanakannya bahwa perintah “iqra’” itu tidak lain salah satunya adalah dengan menghayati Islam dari fragmen kehidupan Rasulullah Saw.   

Demikianlah. []

Ungaran, 23 Desember 2025

Baca juga: Pilihan Utsman

Posting Komentar

0 Komentar