Keberangkatan Menuju Badar

BERKENDARA 70 unta, yang dikendarai secara bergantian, Rasulullah Saw. beserta para sahabat keluar dari Madinah pada hari Senin, 8 Ramadhan, dan beliau menunjuk Amr bin Ummu Maktum sebagai imam shalat di Madinah.

Kemudian Rasulullah menyerahkan panji perang kepada Mush’ab bin Umair. Panji yang beliau serahkan ini berwarna putih. Sementara di depan beliau ada dua panji hitam, dipegang Ali bin Abu Thalib, dan satu lagi dipegang oleh salah seorang dari kalangan Anshar.

Sesampai di dekat kawasan Ash-Shafra’, Baginda Rasul mengutus Basbas bin Al-Juhani dan Adi bin Abu Az-Zaghba untuk pergi ke Badar guna mencari berita tentang Abu Sufyan bin Harb dan lainnya. Sementara itu beliau dan yang lain meneruskan perjalanan.

Ketika bergerak menuju Ash-Shafra’, yaitu sebuah tempat yang terletak di antara dua gunung, beliau bertanya nama kedua gunung itu. Para sahabat menjawab: Muslih dan Mukhzi’, yang dihuni oleh Bani An-Nar (api) dan Bani Huraq (terbakar), serta keduanya termasuk kabilah Bani Ghifar.

Rasulullah beserta rombongan tidak jadi melewati kedua gunung tersebut dan tidak belok ke kiri ke kawasan Ash-Shafra’. Beliau memerintahkan belok ke kanan melewati sebuah lembah yang bernama Dzafiran.

Sampai di Dzafiran, Baginda Rasul menerima berita tentang keberangkatan orang-orang Quraisy untuk melindungi unta-unta mereka. Rasulullah Saw. bermusyawarah dengan para sahabat seraya memberi tahu mereka tentang kondisi orang-orang Quraisy.

Dalam musyawarah itu, Abu Bakar berdiri lalu mengatakan sesuatu dengan baik. Umar bin Khattab juga demikian. Setelah itu Miqdad bin Amr yang berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah, lanjutkanlah perjalanan sesuai apa yang Allah perlihatkan kepadamu, kami pasti akan terus bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan berkata kepadamu seperti yang dulu diucapkan Bani Israel kepada Musa, “Pergilah engkau dan Tuhanmu, kemudian berperanglah, sesungguhnya kami duduk di sini.” (Al-Ma’idah: 24). Tetapi kami akan berkata, pergilah engkau dan Tuhanmu untuk berperang niscaya kami ikut perang bersama kalian berdua. Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau berjalan bersama kami ke Birk Al-Ghimad, kami tetap akan bertahan bersamamu hingga engkau tiba di sana.”

Setelah mendengar itu, Baginda Rasul Saw. menyabdakan sesuatu yang baik kepada Al-Miqdad bin Amr serta berdoa kepada Allah untuknya.

Kemudian beliau bersabda, “Wahai manusia, sampaikanlah pendapat kalian kepadaku!”

Yang dimaksud “manusia” oleh sang baginda adalah kalangan Anshar. Sabda beliau ini muncul karena ketika kaum Anshar berbaiat di Aqabah, mereka berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami tidak bertanggungjawab atas keselamatanmu sampai engkau tiba di negeri kami. Apabila engkau telah sampai di negeri kami, maka engkau berada dalam perlindungan kami. Kami akan melindungimu sebagaimana kami melindungi anak-anak dan wanita-wanita kami.”

Karena adanya kata-kata itulah Baginda Rasulullah merasa khawatir apabila kaum Anshar berpandangan bahwa pertolongan mereka kepada beliau hanya akan diberikan ketika ada musuh yang datang menyerang Madinah, dan mereka tidak harus berangkat bersama beliau meninggalkan negeri mereka ketika musuh berada di luar Madinah.

Setelah Rasulullah Saw. bersabda seperti itu, Sa’d bin Muadz bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, tampaknya yang engkau maksud dengan sabdamu itu adalah kami.”

“Benar.” Sabda beliau.

Sa’d bin Muadz melanjutkan, “Kami telah beriman kepadamu, membenarkanmu, dan bersaksi bahwa apa yang engkau sampaikan adalah kebenaran. Kami juga sudah berjanji dan bersumpah untuk mendengar dan taat atas itu. Oleh karena itu wahai Rasulullah, lanjutkanlah apa pun yang engkau ingin lakukan, kami akan tetap bersamamu. Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, kalaupun engkau bersama kami sampai di laut, kemudian engkau menyelaminya, kami pasti menyelaminya bersamamu, tanpa ada seorang pun dari kami yang tidak ikut. Berkenaan dengan apa pun yang kami tidak suka dari apa yang dilakukan musuh terhadap kami besok, sungguh kami adalah orang-orang yang tabah dalam perang dan tegar dalam pertempuran. Semoga Allah memperlihatkan kepadamu dari kami apa yang menyejukkan matamu. Jadi berjalanlah engkau bersama kami dalam berkah Allah.”

Rasulullah sangat senang dengan ucapan Sa’d bin Muadz ini. 

Lantas beliau berdua dengan Abu Bakar bertolak dari Dzafiran, melewati bukit As-Shafir, turun menuju Ad-Dabbah. Di situ beliau bergerak meninggalkan daerah Al-Hannan di sisi kanan. Al-Hannan adalah sebuah bukit berpasir dengan bentuk seperti sebuah gunung besar. 

Mereka terus berjalan hingga bertemu dengan seorang kakek tua dari kalangan Arab. Baginda Nabi bertanya mengenai orang-orang Quraisy, tentang Muhammad serta para sahabatnya, dan tentang berita lainnya.

Sang kakek berkata, “Aku tidak akan memberi kabar apa pun kepada kalian berdua, sampai kalian lebih dulu memberi tahu dari pihak yang manakah kalian ini.”

“Kalau engkau memberi tahu kami, kami tentu akan memberi tahu engkau.” Sabda Baginda Nabi.

“Apakah yang itu dibalas dengan yang itu?” tanya kakek tua itu.

“Ya.” Sabda Rasulullah.

Si kakek menjawab pertanyaan beliau, “Sungguh telah sampai berita kepadaku bahwa Muhammad dan sahabat-sahabatnya berangkat pada hari anu dan anu. Kalau berita yang disampaikan kepadaku itu benar, berarti pada hari ini mereka sedang di tempat anu dan anu,” yaitu tempat di mana Rasulullah saat itu berada.

Sang kakek melanjutkan, “Telah pula sampai berita kepadaku bahwa orang-orang Quraisy berangkat pada hari anu dan anu. Apabila orang menyampaikan berita itu kepadaku jujur, berarti hari ini mereka berada di tempat anu dan anu,” yaitu tempat di mana orang-orang Quraisy saat itu berada.

Setelah menyampaikan semua itu, si kakek bertanya, “Lantas dari manakah kalian berdua?”

“Kami dari Air.” Jawab Baginda Rasul.

Kemudian Baginda Nabi dan Abu Bakar pergi meninggalkan kakek tua itu. 

Kakek tua itu bertanya-tanya: Air manakah yang mereka maksud? Apakah dari air yang berada di Irak?

Setelah Rasulullah kembali kepada para sahabat, petang harinya, beliau mengutus Ali bin Abu Thalib, Zubair bin Awwam, dan Sa’d bin Abu Waqqash bersama beberapa sahabat yang lain pergi ke mata air Badar untuk mencari berita.

Dan mereka pun berhasil menangkap sekawanan unta milik orang-orang Quraisy yang sedang minum yang digembala oleh Aslam budak Bani Al-Hajjaj dan Aridh Abu Yasar budak Bani Al-Ash bin Said. Sahabat-sahabat Rasulullah lalu membawa keduanya dan menginterogasi mereka. Sementara itu Rasulullah sedang berdiri melaksanakan shalat.

Kedua budak itu berkata, “Kami berdua hanyalah pengambil air orang-orang Quraisy. Mereka mengirim kami untuk mengangkat air dari mata air Badar.”

Para sahabat tidak puas dengan jawaban mereka berdua. Mereka berharap kedua budak itu milik Abu Sufyan. Para sahabat pun memukuli kedua budak tersebut. Setelah para sahabat memukul mereka berkali-kali, kedua budak itu akhirnya berkata, “Sebenarnya kami adalah milik Abu Sufyan.” Para sahabat melepas mereka.

Sementara, Rasulullah tampak sedang melakukan rukuk lalu bersujud dua kali dan kemudian mengucapkan salam. Setelah itu Rasulullah bersabda, “Ketika kedua orang itu berkata jujur kepada kalian, kalian justru memukulinya; dan ketika mereka berdusta, kalian malah membiarkan mereka. Demi Allah, dua orang itu berkata benar bahwa mereka adalah milik orang-orang Quraisy.”

Baginda Rasulullah lalu bersabda kepada kedua orang itu, “Jelaskanlah kepada kami tentang orang-orang Quraisy.”

Kedua orang tersebut menjawab, “Demi Allah, mereka berada di balik bukit pasir yang terlihat itu. Tepatnya mereka berada di tepi lembah yang jauh dari Madinah.”

“Berapa jumlah mereka?” tanya sang Baginda.

“Banyak.” Jawab mereka.

“Apa saja persenjataan yang mereka miliki?” tanya Baginda Nabi lagi.

“Kami tidak tahu.” Jawab mereka.

“Berapa hewan yang mereka sembelih setiap sehari?”

“Setiap hari sembilan ekor dan terkadang sepuluh ekor.”

“Jika demikian berarti jumlah mereka antara 900 hingga 1.000 orang.” Sabda beliau. Baginda bertanya lagi, “Siapa sajakah para pemuka Quraisy yang ikut bersama mereka?”

Mereka menjawab, “Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Abu Al-Bakhtari bin Hisyam, Hakim bin Hizam, Naufal bin Khuwailid, Harits bin Amir bin Naufal, Thu’aimah bin Adi bin Naufal, Nadhr bin Harits, Zam’ah bin Al-Aswad, Abu Jahal bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf, Nubaih bin Al-Hajjaj, Munabbih bin Al-Hajjaj, Suhail bin Amr, dan Amr bin Abd Wudd.”

Baginda Rasul menemui para sahabat dan bersabda, “Ini dia Makkah, ia telah melemparkan potongan-potongan hatinya kepada kalian.”

Demikian. []

Baca juga: Mimpi Atikah

Posting Komentar

0 Komentar