AISYAH bersaksi bahwa Juwayriah, yang berusia 21 tahun, itu merupakan seorang manis rupawan, dan tidak seorang pun melihatnya kecuali tertarik.
Nah, seusai Baginda Rasul menggempur kaum Bani Musthaliq, karena memihak Makkah dalam pertempuran Uhud, beliau membagi para tawanan perang perempuan. Dan, Juwayriah diperoleh Tsabit bin Qais. Juwayriah, yang sebelum ini telah menikah dengan Musafi’ bin Shafwan, meminta agar ia nanti dibebaskan kalau berhasil menebusnya.
Namun, ternyata Tsabit malah melejitkan harga tebusan. Sehingga, Juwayriah merasa diperas, karena ia berhitung ayahnya mustahil bisa menebus selagi harga dirinya jadi berlipat-lipat.
Lantas, Juwayriah mendatangi Baginda Nabi yang saat itu tengah beristirahat di bilik Aisyah. Begitu Aisyah melihat betapa cantik dan elok rupa Juwayriah, nurani kewanitaannya bergolak. Sempat tebersit untuk mencegah Juwayriah masuk supaya tak bertemu sang Baginda. Tapi ia tak tega, mengingat kondisi perempuan di hadapannya ini seorang tawanan perang dan tengah dimanfaatkan Tsabit dengan melejitkan harga tebusan.
Di hadapan sang Nabi, Juwayriah memohon kiranya Nabi membantu untuk membebaskan dirinya. Juwayriah menyampaikan kepada beliau tentang kasusnya dan memohon bantuannya. Baginda Muhammad pun bersabda, “Maukah engkau kutawari sesuatu yang lebih baik?”
Sontak Juwayriah merasa betapa sabda itu menyejukkan hatinya. Ia tak mengerti kenapa sebelumnya ia memilih untuk bertemu dengan sesosok yang seolah kemudian memadamkan api kemarahannya. Di matanya, Baginda Rasulullah merupakan puncak di atas semua lelaki, yang sedemikian tampan, agung, dan berwibawa. Tergagap ia bertanya, “Apa itu, Rasulullah?”
“Aku akan menebusmu dari Tsabit dan mengawinimu,” sabda beliau yang jelas, tegas, dan padat.
Juwayriah merasa dirinya mengembang seketika hingga tubuhnya seolah tak tertampung di dalam semesta raya. Hatinya berpijar, gundahnya seketika tuntas terlupakan. Ia bagai terbang ke sudut mimpi yang teduh dalam tidur nyenyak sebelum subuh.
Aisyah yang duduk tak jauh, menyimak dan terperanjat kaget. Hatinya tersayat. Ia mulai berhitung bahwa Juwayriah bakal jadi pesaing ketatnya dalam perolehan perhatian Nabi Saw.
Dari tempat lain, Ayah Juwayriah, al-Harits, datang tak lama setelah itu. Pemimpin Bani Musthaliq itu membawa unta, domba, dan barang-barang berharga lainnya demi menebus putrinya segera. Tiba di Madinah ia langsung menemui Nabi Saw.
Ketika mengutarakan maksud untuk menebus putrinya, sang Baginda bertanya retoris, “Mana dua ekor unta yang kausembunyikan dalam batu akik itu?”
Saat hendak berangkat, rupanya sang pemimpin Bani Musthaliq ini tebersit di hatinya betapa eman melepas dua ekor unta terbaiknya guna menebus Juwayriah. Dan mendengar pertanyaan Nabi yang tiba-tiba menyinggung dua ekor untanya, ia terketuk, “Demi Allah, kau benar-benar utusan Allah. Tak ada yang tahu masalah ini selain Allah.”
Dan kemudian begitu diberi tahu soal kedudukan Juwayriah, betapa girangnya hati sang ayah. Lebih dari itu, ia pun masuk Islam, yang secara serentak diikuti Bani Musthaliq secara keseluruhan.
Begitulah kemudian, istri Baginda Nabi Ummul Mukminin Juwayriah itu dikenal sebagai wanita berhati lembut, berpengetahuan agama, dan tekun beribadah.
Juwayriah menceritakan bahwa suatu ketika Nabi Saw. meninggalkan kediaman Juwayriah di pagi hari sewaktu dia shalat Subuh. Baginda Nabi kembali setelah Dhuha dan menemukan sang istri masih duduk di tempat shalat. Beliau bertanya, “Apakah engkau tetap duduk di sini sejak aku meninggalkanmu?”
“Benar, wahai Rasulullah” jawab Juwayriah.
Kemudian, Baginda Nabi mengatakan, “Sungguh aku telah mengucapkan empat kata, setelah aku tinggalkan engkau pergi, sebanyak tiga kali. Jika engkau menimbangnya dengan apa yang engkau ucapkan sejak tadi pagi, maka ia akan sama beratnya.”
Beliau menjelaskan kepada sang istri rangkaian kalimat yang dimaksud: Subhanallahi wabihamdihi ‘adada khalqihi waridha nafsihi wa zinata ‘arsyihi wamidada kalimatih(i); Mahasuci Allah disertai pujian untuk-Nya, sebanyak ciptaan-Nya, seridha-Nya, seberat singgasana-Nya, dan sebanyak tinta-tinta yang digunakan menulis kalimat-kalimat-Nya.
Demikian Ummul Mukminin Juwayriah, yang wafat pada tahun 50 hijrah dalam usia 65 tahun. []
Ungaran, 27 Desember 2025
Baca juga: Seuntai Kalung

0 Komentar