Abdullah bin Salam

DI TENGAH kejayaan Islam di Madinah, para rahib Yahudi mengobarkan permusuhan terhadap Rasulullah Saw. disebabkan kedengkian, dan kebencian mereka terhadap keistimewaan yang telah Allah berikan kepada bangsa Arab dengan diangkatnya Muhammad.

Para rahib ini demikian keras terhadap Baginda Nabi. Mereka bertanya kritis kepada beliau dan suka mencampuradukkan antara yang hak dan batil. Bahkan ayat Al-Qur’an kemudian turun menjelaskan ihwal tingkah polah para rahib yang banyak bertanya kepada Nabi tentang perkara hahal dan haram.

Namun, di antara para rahib Yahudi itu, ada juga yang berhati bersih, yang kemudian memeluk Islam. Dialah Abdullah bin Salam, yang sebelum menganut Islam adalah seorang rahib yang mendalam ilmunya. Sehingga mengetahui detail bakal kemunculan nabi untuk akhir zaman.

“Ketika aku mendengar tentang Rasulullah,” kenangnya, “aku pun mengetahui ciri-ciri, nama, dan waktu kemunculan beliau yang sudah kami nanti-nanti kedatangannya. Aku terus merahasiakan semua itu dan sama sekali tidak pernah membicarakannya. Sampai kemudian Rasulullah tiba di Madinah.

“Ketika Rasulullah sampai di Quba lalu singgah di pemukiman Bani Amr bn Auf, seseorang datang memberi tahu ihwal kedatangan beliau. Saat itu, aku sedang di atas pohon kurma menyelesaikan pekerjaanku, sementara bibiku, Khalidah binti Harits duduk di bawah.

“Begitu kudengar berita kedatangan beliau, aku spontan bertakbir. Bibiku yang mendengar takbirku, menukas sekira yang datang Musa bin Imran, tidak mungkin akan bertakbir sekeras itu.

“Aku menjelaskan kepadanya bahwa Rasulullah itu saudara Musa bin Imran, seagama dengannya, dan dia diutus dengan membawa ajaran yang sama dengan ajaran Musa. Selang berikutnya, aku mendatangi Rasulullah dan menyatakan masuk Islam. Pun demikian bibiku dan segenap keluargaku, mereka masuk Islam.”

Begitu Abdullah bin Salam, pemuka para rahib Yahudi sekaligus yang paling cerdas. Ia yang bernama asli Hushain berasal dari Bani Qainuqa. Ketika dia masuk Islam, Baginda Rasul menggantinya dengan nama Abdullah. Namun, dia masih menyembunyikan keislamannya dari kaumnya. 

Suatu hari Abdullah bin Salam mendatangi Rasulullah, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang Yahudi adalah kaum pendusta. Sungguh aku ingin engkau membuktikannya dengan menyembunyikan aku dari mereka di rumah ini. Setelah itu, engkau tanyakanlah ke mereka tentang aku, sungguh jika mereka mengetahui keislamanku, mereka pasti mencelaku.”

Dan benar saja, Baginda Rasul memenuhi keinginan Abdullah bin Salam. Setelah itu, datanglah orang-orang Yahudi masuk menemui beliau. Dan mereka saling bertanya jawab, hingga beliau ingin menguji kebenaran pendapat Abdullah bin Salam, “Seperti apakah kiranya Hushain bin Salam di tengah kalian?”

“Dia adalah pemimpin kami dan anak pemimpin kami. Dia seorang rabi dan ulama kami.” Kata salah seorang dari mereka.

Mendengar itu di balik dinding, Abdullah bin Salam keluar dan berseru, “Wahai orang-orang Yahudi, bertakwalah kalian kepada Allah dan terimalah apa yang telah dia sampaikan kepada kalian. demi Allah, sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa dia utusan Allah. Kalian mendapatinya tertulis di dalam kitab Taurat, lengkap dengan nama dan ciri-cirinya. Sesungguhnya aku bersaksi bahwa dia adalah utusan Allah dan aku juga mengimani, membenarkan, dan mengenalnya.”

“Engkau telah berbohong,” tukas salah seorang dari mereka. Dan sontak mereka pun memaki-maki Abdullah bin Salam.

Abdullah tak menanggapi mereka, tetapi ia berkata kepada Baginda Muhammad, “Wahai Rasulullah, begitulah mereka seperti yang kukatakan, bahwa mereka adalah kaum pendusta, ahli tipu daya, kebohongan, dan kejahatan.”

Singkat cerita, semenjak itu Abdullah bin Salam tidak lagi menyembunyikan keislaman dari orang-orang Yahudi. Dia, keluarganya, termasuk bibinya, Khalidah binti Harits, menunjukkan dan menjalankan keislamannya dengan baik. 

Di pihak lain, ikut bergabung bersama kaum Yahudi itu beberapa orang dari kabilah Aus dan Khazraj yang tetap mempertahankan keyakinan jahiliah. Mereka adalah orang munafik yang tetap menganut keyakinan syirik nenek moyang mereka serta mendustakan diutusnya Rasulullah, tetapi tak kuasa melawan digdaya Islam. Oleh karenanya, kaum munafik ini menampilkan diri sebagai muslim layaknya tameng untuk menghindari hukuman (mati). Padahal hati mereka seiya sekata dengan kaum Yahudi.

Demikian. []

Baca juga: Pengabaran Kehadiran Nabi

Posting Komentar

0 Komentar