(13)
KURANG lebih tiga tahun, seruan Baginda Nabi Saw. berlangsung secara sembunyi-sembunyi, dengan pengikut berjumlah 39 orang. Hingga suatu hari beliau menerima wahyu, “Sampaikanlah segala yang diperintahkan secara terbuka, dan berpalinglah dari orang musyrik. Cukuplah Kami sebagai pelindungmu dari orang yang menghina.” (Al-Hijr: 94-95)
Kemudian diterima lagi wahyu, “Muhammad, berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat. Dan rendahkanlah hatimu kepada orang yang beriman, yang mengikutimu. Bila mereka mendurhakaimu katanlah, ‘Aku sungguh tidak bertanggung jawab terhadap segala yang kamu lakukan.’” (Asy-Syu’araa’: 214-216)
Setelah itu, Baginda Saw. jarang tampak di luar rumah. Beliau merenung di rumah hampir sebulan, berpikir panjang, merasa belum kuat menunaikan perintah-perintah itu. Sehingga, oleh sanak kerabat, terutama Abu Thalib, beliau disangka sakit.
Abu Thalib beserta istri dan saudara-saudara dekat, bertandang ke rumah beliau. Tentu saja, sang Baginda terkejut, tak menduga bakal disangka sakit, karena sebulan penuh tak tampak wajah, tidak pernah keluar rumah.
Beliau menerangkan bahwa sedang tidak sakit. Penyebab tak pernah keluar rumah, lantaran baru menerima wahyu yang memerintahkan untuk menyeru sanak saudara terdekat supaya beriman kepada Allah Swt.
Dan ternyata, jauh dari sangka kebingungan beliau. Paman-paman Baginda Saw., laki-laki dan perempuan, mendukung beliau menunaikan perintah tersebut. Hanya saja mereka berpesan, sekira berdakwah nanti jangan melibatkan Abdul Uzza (Abu Lahab). Tidak jelas benar, kenapa para paman dan bibi beliau berpesan demikian.
Tak menunggu lama, dengan perhitungan cermat dan dukungan keluarga inti, beliau keluar rumah. Pergi ke kampung-kampung yang didiami oleh sanak keluarga. Beliau meminta sekalian keluarga besar untuk berkumpul di kaki bukit Shafa. Termasuk Abu Lahab, karena beliau menerima wahyu untuk disampaikan kepada siapa saja, kepada segenap sanak saudara yang terdekat.
Demikian akhirnya. Pada Jumat pagi, mereka berkumpul di kaki gunung Shafa, termasuk Abu Lahab. Sementara para pengikut awal berjaga-jaga di rumah atau di kios masing-masing. Tampak Abu Bakar, Utsman, ‘Abdu ‘Amru, dan Mus’ab berjaga di kios masing-masing. Mereka gelisah menanti kehadiran Baginda Muhammad.
Selang berikutnya tampak Baginda Nabi Saw. berjalan penuh percaya diri. Kibasan jubah beliau memukau banyak orang. Sang Baginda memasuki area di kaki bukit Shafa. Beliau bertanya kepada segenap hadirin saat memulai khotbah, “Seandainya aku memberi tahu kalian bahwa sepasukan besar tentara tengah mendekat kemari untuk memusnahkan kalian semua, apakah kalian akan percaya?”
“Ya, kami percaya. Kami tak pernah sekali pun mendapati dirimu berkata dusta.” Jawab mereka.
Sang Baginda melanjutkan, “Bahwa sesungguhnya aku ini pemberi peringatan dari Tuhan akan siksa-Nya yang teramat pedih.”
Beliau mengingatkan para hadirin bahwa sebetulnya mereka toh tidak sendirian. Ada Allah Ta’ala, Tuhan yang sesungguhnya, akan senantiasa mengiring umat manusia. Beliau membacakan ayat-ayat. Namun, belum genap khotbah beliau, Abdul Uzza berteriak lantang dan sontak mengejutkan seisi forum, “Sialan kau, Muhammad, apakah hanya untuk ini kami dikumpulkan? Jika apa yang kamu katakan itu benar, maka aku tebus dengan harta dan anakku.”
Seraya ia mengambil batu dan hendak melemparnya ke arah Baginda Nabi.
Baginda Saw. diam sesaat, tak melanjutkan khotbah. Dan saat itu pula, Allah Ta’ala menurunkan wahyu, “Celakalah kedua tangan Abu Lahab, sungguh celaka! Tiada berguna baginya sedikit pun, baik kekayaan ataupun hasil kerjanya.” (Al-Lahab: 1-2)
Abu Lahab tak henti mengomel. Pertemuan kacau. Dan sang Baginda pun terpaksa membubarkan pertemuan. Sebagian mereka menyesalkan perlakuan Abu Lahab. Mereka diam-diam meminta Baginda untuk mengadakan pertemuan susulan, tapi tanpa Abu Lahab.
Dan benar, suatu hari Baginda Saw. mengadakan pertemuan kedua di tempat yang sama, di kaki bukit Shafa. Banyak yang hadir, lebih banyak ketimbang yang pertama. Segenap kaum Quraisy, terutama sanak saudara dekat termasuk Abu Lahab, tidak ada yang tak diundang.
Di hadapan mereka, beliau berkhotbah, “Hai sekalian kaum Quraisy, hendaklah kalian menyelamatkan diri dari api neraka, karena sesungguhnya aku tidak akan mampu di hadapan Allah kelak untuk kalian. Sesungguhnya aku hanya pemberi peringatan, bahwa siksa Tuhan itu sangatlah pedi.
“Hai kaum Ka’ab, hendaklah kalian menyelamatkan diri dari api neraka! Hai kaum keturunan Murrah bin Ka’ab, hendaklah kalian menyelamatkan diri dari api neraka! Hai segenap keturunan Hasyim, keturunan Abdul Manaf, keturunan Abdusy-Syams, keturunan Zuhra, dan keturunan Abdul Muthalib, hendaklah kalian menyelamatkan diri sendiri dari api neraka.
“Hai Abbas bin Abdul Muthalib, hendaklah kamu menyelamatkan diri dari api neraka! Hai Shafiyyah (bibi beliau), hendaklah menyelamatkan diri dari api neraka! Hai Fathimah (putri beliau), hendaklah kamu menyelamatkan dirimu sendiri dari api neraka! Sungguh aku tidak mampu sedikit pun buat kalian kelak di hadapan Allah. Sungguh aku tidak mempunyai kekuasaan di hadapan-Nya.”
Begitulah sebagian khotbah beliau. []
Baca juga: Yang Pertama Beriman

0 Komentar