[I]
PARA NABI yang pernah hadir di hadapan umat memiliki tugas yang sama: mengajarkan bahwa kehidupan di dunia ini sangatlah singkat bila dibandingkan dengan kehidupan abadi di akhirat nanti.
Adam adalah nabi pertama untuk manusia. Kemudian diikuti sederetan panjang daftar nabi-nabi yang dipungkasi Baginda Rasul Muhammad Saw. Seluruhnya ada 124.000 nabi, dan di antaranya terdapat 315 rasul.
Mereka mengkhotbahkan pesan-pesan Tuhan dan dengan gencar mengajar umat untuk selalu hidup menunduk takut kepada-Nya. Tetapi, ternyata hanya sedikit pengikut para utusan Tuhan ini yang dengan sukarela melepaskan kebebasan mereka untuk Tuhan.
Contoh, Luth meninggalkan umatnya, hanya ditemani oleh dua anak perempuannya. Ketika Ibrahim meninggalkan Irak, tanah tumpah darahnya, hanya ditemani oleh istrinya, Sarah, dan kemenakannya, Luth. Bahkan setelah usaha besar-besaran, Isa hanya diikuti oleh 12 karib beliau sendiri, pun kadang-kadang mereka meninggalkannya pada saat genting.
Itulah kiranya nasib para nabi. Mereka lebih sering menjalani hidup dalam kesendirian dan teraniaya karena ketidakpedulian dan kurang pekanya orang-orang sekitar.
Padahal jelas, di mata Tuhan, kedudukan utusan-utusan-Nya berada jauh di atas kedudukan umat manusia lain. Namun, yang sangat luar biasa, justru para nabi itu menduduki tempat kurang berarti dalam sejarah umat manusia. Sejarah hanya dipenuhi oleh catatan kronologis kehidupan para raja dan ksatria, dan tidak satu pun kehidupan nabi dicantumkan dengan tepat, baik waktu maupun tempat.
Dalam sejarah kehidupan Aristoteles, misalnya, yang lahir ribuan tahun setelah Musa, tidak ada satu kalimat pun yang mengaitkannya dengan Musa. Barangkali alasannya begini: umumnya para nabi dibenci oleh kaumnya, rumahnya dihancurkan, mereka diperlakukan bak paria, mereka tampil sangat bersahaja, dan sehingga tak seorang pun merasa perlu untuk menyebut nama mereka.
Memang, sekiranya kita tengok kisah-kisah para utusan Tuhan, mereka mengecam kebiasaan yang ada, terutama kebiasaan penguasa-penguasa. Dan umumnya manusia menyukai pujian dan sangat membenci kritik atau kecaman dari pihak lain. Sedangkan para nabi mengupas perbedaan antara kebenaran dan dosa. Mereka tidak akan bersedia untuk bermufakat dalam menegakkan kebenaran. Mereka akan dengan tegas menunjukkan kesalahan-kesalahan, baik dalam sikap maupun kepercayaan yang dianut.
Akibatnya, umat (dan terutama para penguasa serta pengusaha besar) berbalik memusuhi. Andai para nabi mengajarkan hal yang ingin didengar kebanyakan manusia, niscaya mereka tidak akan diperlakukan seburuk itu.
Meskipun, sebagaimana lazimnya hukum Tuhan, toh ada beberapa pengecualian, seperti Yusuf, Daud, dan Sulaiman. Tetapi kekuasaan atau prestasi mereka bukan bersumber dari hasil menyebarkan ajaran, atau karena popularitas, melainkan sebab-sebab lain.
Yusuf diberkati Tuhan dengan kemampuan menjabarkan mimpi Raja Mesir. Lantas sang raja terkesan dan memercayakan urusan kenegaraan (perekonomian) kepadanya. Tetapi keramahtamahan Raja Mesir menyebabkan keterbatasan gerak Yusuf untuk menyebarkan risalah. Yusuf tidak bisa mengajarkan keyakinan agama kepada masyarakat.
Kemudian Daud, yang di masa mudanya adalah tentara Israel di bawah pimpinan Raja Saul, pada masa peperangan Israel melawan Palestina, naik status sosialnya lantaran diambil menantu oleh raja.
Adalah salah satu prajurit Palestina bernama Goliath, seorang raksasa yang amat kuat. Dan tak ada yang berani melawannya. Raja Saul mengeluarkan sayembara, “Barangsiapa bisa membunuh Goliath, akan dinikahkan dengan putri beliau.” Dan Daud pun maju menantang Goliath, singkat cerita menanglah dia. Daud menjadi menantu Raja Saul.
Pada perang berikutnya, Raja Saul dan putra mahkota gugur, maka Daud yang dinobatkan menjadi raja Israel. Putra Daud, Sulaiman, pun yang melanjutkan kepemimpinan ayahnya.
Namun demikian, sekali lagi ketiga nabi tersebut tidak memiliki cukup banyak pengikut. Mereka lebih diribetkan dengan urusan politik, ketimbang perbaikan moral masyarakat, terutama konsep ketuhanan. Intinya, mereka tak berkesempatan menyebarkan agama. Bahkan saat Yusuf dipercaya raja, sang raja itu pun tetap kukuh pada kepercayaannya yang menyembah berhala.
Padahal pemahaman tentang Tuhan tidak boleh mandeg. Dan memang akhirnya, pemahaman ini pun tak pernah berhenti. Tuhan bertitah akan memberi jalan keluar dengan mengirim seseorang yang istimewa di akhir masa kenabian. Seorang utusan yang tidak hanya menyebarkan agama, tetapi jauh lebih utama adalah bertugas untuk memuliakan Tuhan.
Oleh karenanya, agama sejati itu, sebagaimana yang ditandaskan oleh nabi pungkasan, manakala bumi ini dipenuhi oleh pengetahuan mengenai keagungan Tuhan. Seperti halnya seluruh air yang memenuhi samudera.
Demikianlah! []

0 Komentar