Memperkuat Batin

APA yang kemudian dilakukan Nabi Muhammad Saw. saat Romawi dan Persia menjadi dua kekuatan kolonial? 

Kita paham hal itu, Roma dan Persia merupakan kekuatan digdaya pada masa-masa Nabi Saw. menjalankan misinya. 

Dan sungguh, saya baca dari sirah-sirah, Muhammad Saw. justru lebih memusatkan usaha membangun jiwa umatnya ketimbang larut dalam permasalahan kedua imperium dan membuka perlawanan terhadap mereka.

Rasulullah Saw. ketika terasa adanya ancaman politis, lebih memusatkan perhatian pada penguatan batin. Dan sejarah membuktikan hal itu lebih efektif daripada harus berlomba adu fisik. Kekuatan spiritual justru mampu meruntuhkan bangunan dua imperial itu hingga ke akar-akarnya.

Ya, sebuah upaya penataan pribadi bahwa umat tidak akan menyembah selain kepada Allah Swt. Bahwa umat adalah hamba Tuhan dan setelah mati akan kembali kepada-Nya. Bahwa kaum muslimin mesti memiliki standar moral untuk menghindari berbagai bentuk dosa dan kesalahan. Bahwa akan tetap tabah menghadapi berbagai kesulitan ketika berusaha memperbaiki diri dan lingkungan.

Begitulah. Tampak nyata bahwa perjuangan Islam pada intinya perjuangan yang lebih mengarah untuk kebahagiaan akhirat. Perjuangan yang dimotivasi untuk mendapatkan ampunan Allah Swt. tatkala kelak berhadapan dengan-Nya.

Nah, semestinya hari-hari ini, upaya berislam itu dikembalikan pada bagaimana mendapatkan kasih dan ampunan-Nya. Sebuah upaya spiritual dalam sikap ibadah. 

Bahwa sedianya kita berusaha untuk melebur iman, ide-ide, sifat, sikap, dan semua tindakan sehari-hari kehidupan ini dalam satu irama, satu tujuan, yakni untuk menghindari murka Allah. Seluruh perhatian sedianya tertuju bagi kehidupan kelak di alam setelah dunia ini.

Sekali lagi penataan pribadi. Dan Rasulullah Saw. terlebih dahulu mencontohkan bahwa beliau sosok yang menyerahkan sepenuh diri kepada-Nya.

Dan perubahan dari dalam itu, perubahan yang terjadi dalam batin umat awal Islam telah memancarkan pengaruh pada seluruh lingkungan Arab, dan terus meluas hingga belahan dunia, baik di Timur maupun Barat.

Sekira itu revolusi yang sebenarnya. Hanya dalam waktu 23 tahun telah mengubah bangsa yang sepenuhnya tak dilirik dunia, menjadi negeri kuat dan hingga memimpin peradaban.

Lantas kita patut bertanya, ada apa dengan umat Islam hari ini? Kenapa sudah mati-matian mendakwahkan Islam, lebih dari 23 tahun malahan, tapi tak kunjung memimpin peradaban?

Maka, tidak salah kiranya kita buka Sirah Nabi. Kita buka khazanah bahwa ternyata bukanlah serangan-serangan pada dunia luar, melainkan kehidupan Nabi Saw. dan para sahabat yang bekerja siang malam untuk memperkuat batin. 

Caranya? Merujuk pada awal-awal surat Al-Muddatsir, di mana Rasulullah Saw. diperintah berdakwah, resep jitu memperkuat batin hanya bisa dicapai melaui iman, tindakan lurus atau benar, dan keteguhan hati (bersabar).

Jadi, kebenaran ketuhanan harus tertanam sedalam mungkin ke dalam hati dan pikiran. Kita harus berusaha sekuat mungkin untuk mengaitkan pola berpikir untuk dunia keabadian kelak. Sikap hidup yang mesti dipupuk adalah bahwa kita tak punya hak dalam kehidupan ini, tetapi hanya memiliki tanggung jawab. Kita adalah abdi Tuhan, kita seorang hamba.

Saat yang demikian, niscaya kesulitan-kesulitan akan kita dapati, selagi benar-benar berjalan di jalan Tuhan. Namun tuntunannya, kita mesti teguh dalam keyakinan kebenaran tersebut. Kita tidak boleh menyalahkan apa pun kepada pihak lain atas kesulitan yang kita hadapi. Kita bersabar, kita tabah. 

Sehingga, kekuatan dalam, kekuatan jiwa yang dituntun Islam, kekuatan yang dicontohkan Rasulullah Saw. Kekuatan yang saat kemudian meledak keluar, serta dunia pun tunduk di hadapan beliau. Kita bisa baca, ketika dalam Perjanjian Hudaibiyah, bagaimana beliau menuntun segenap pengikut untuk bersabar. Dan hasilnya, umat Islam berkembang pesat, lantas Makkah jatuh tanpa perlawanan, tanpa ketajaman tombak dan panah.

Surat An-Nashr mengabadikan momen pembebasan Kota Makkah. Warga Makkah—yang sebelumnya gigih membenci Nabi Saw., memboikot keluarga Bani Hasyim, dan beberapa kali menggempur Madinah—saat pembebasan kota, berbondong-bondong menyerahkan diri dan memeluk Islam. 

Berikutnya, ketika umat Islam berasa di atas angin, justru diperintah untuk tetap memperbanyak pujian kepada Allah Swt. Umat tetap diperintah untuk tidak meninggalkan salat. Umat dituntun bertasbih, membersihkan segala angan negatif atas Tuhan. Artinya, penguatan dalamlah yang utama. 

Singkatnya, pasca-Turki Ustmani, sejarah Islam tenggelam dalam pusaran peradaban Barat. Para penggerak Islam kemudian berupaya meneguhkan kembali bangunan Islam. Di sana sini kita mendapat warta, justru wajah Islam semakin tampak layu. Tampak kedodoran.  

Isu khilafah, isu syariat Islam, nyaring di permukaan seiring deru demokratisasi. Negara Islam Pakistan, Republik Islam Iran, atau pun Kerajaan Saudi, belum menampakkan wajah Islam yang bermartabat di hadapan dunia sekuler. 

Apa yang salah? Entahlah. Yang jelas, dulu Baginda Rasulullah Saw. meneguhkan ajarannya pertama-tama adalah memperkuat batin. []

Ungaran, 22 November 2025  

Baca juga: Yatsrib sebelum Nabi Hijrah

Posting Komentar

0 Komentar