Sekilas Kaum Yahudi Era Nabi Muhammad (2)

SETIBA di Madinah, Nabi mengetahui bahwa keberadaan Yahudi bakal menjadi penentang abadi atas kenabiannya.

Namun, beliau tetap berusaha menyambung hubungan damai dengan kaum Yahudi, sebelum akhirnya memang terbukti mereka berkhianat. Bani Qainuqa berkhianat. Bani Nadhir pun berkhianat. Kedua kaum Yahudi tersebut terusir dari Madinah.

Ketika diusir dari Madinah, Huyay ibn Akhthab, pemimpin Bani Nadhir, bersama Salam ibn Abi al-Haqiq dan Kinanah ibn ar-Rabi’, pergi ke Makkah guna membalas dendam kepada Baginda Muhammad Saw.

Saat itu, pada bulan Syawal tahun lima Hijriah, para pemimpin Bani Nadhir telah berhasil menghimpun sekutu-sekutu untuk melawan Rasulullah. Yakni, mereka mendatangi kaum Quraisy dan meminta bergabung untuk berperang melawan sang Baginda Nabi. Mereka juga pergi mendatangi Bani Ghathafan untuk bergabung.

Lantas, berangkatlah pasukan besar gabungan. Quraisy di bawah pimpinan Abu Sufyan ibn Harb, Ghathafan di bawah pimpinan Uyainah ibn Hishn. Bersama pula orang-orang Bani Fazarah, Bani Murrah, dan Bani Asyja.

Mendengar kabar adanya pasukan besar gabungan yang diinisiasi Bani Nadhir, Baginda Rasul bersama kaum muslim Madinah membuat parit (khandaq) untuk mengadang mereka memasuki kota. Rasulullah Saw. berencana akan bertahan di dalam kota.

Dari situ, betapa Muhammad adalah seorang pemimpin, nabi, rasul, sekaligus panglima perang. Beliau merupakan panutan bagi pasukannya. Beliau ikut terjun dan terlibat aktif dalam penggalian parit. Beliau turut membawa pasir dari galian khandaq, dan menghantam batu dengan palunya. Intinya, beliau membaur bersama pasukannya.

Pada saat itu, Bani Quraizhah belum melepaskan perjanjian dengan Baginda Saw. Mereka sepertinya berhati-hati sekali untuk tidak bertindak ceroboh sebagaimana Bani Qainuqa atau pun Bani Nadhir.

Sementara, begitu Rasulullah dan umat Islam selesai membuat parit, Abu Sufyan tiba dengan 4.000 pasukan. Ghathafan bersama warga Najd berjumlah 6.000 juga akan sampai tak lama kemudian.

Dan pasukan sekutu itu kaget dengan strategi militer Rasulullah yang sama sekali belum mereka ketahui sebelumnya. Lantas, pemimpin ahzab (persekutuan besar Quraisy dan Arab) mengirim surat kepada Rasulullah Saw. untuk berperang dengan cara yang dilakukan orang Arab. Dan Nabi Saw. membalas surat itu yang isinya kurang lebih tak memenuhi permintaan lawan.

Sebagaimana tersebut, Bani Quraizhah masih mempertahankan kondisinya agar tidak bernasib seperti Bani Nadhir. Namun, perlu dicatat, bahwa titik lemah kota Madinah adalah Benteng Quraizhah. Dan hal ini diketahui, baik oleh kaum Madinah maupun non-Madinah. Sehingga, sekira Bani Quraizhah membuka pintu mereka untuk pasukan gabungan dan memberikan dukungan untuk membela sesama Yahudi—Bani Qainuqa dan Bani Nadhir—otomatis kabut genting bakal menyelimuti kota Madinah.

Al-Waqidi dan Ibnu Ishaq mengisahkan, Bani Quraizhah pun akhirnya berperilaku sebagaimana watak kaum Yahudi pada umumnya. Mereka memutus perjanjian dengan Baginda Nabi. Mereka berpihak kepada Bani Nadhir yang telah berhasil menghimpun pasukan besar. Mereka membantu Quraisy dan Ghathafan.

Sungguh, saat-saat yang sulit dan mendebarkan. Kaum Madinah dikepung selama 20 hari atau bahkan hampir sebulan oleh pasukan besar gabungan suku Quraisy dan Bani Ghathafan. Sementara dari dalam kota, kaum Yahudi Bani Quraizhah turut mengganggu kenyamanan pengungsi anak-anak dan perempuan.

Kaum Yahudi Bani Quraizhah menusuk dari dalam. Mereka tidak hanya menghina Nabi dengan ketus mengatakan, “Siapa Rasulullah itu? Kami tidak mempunyai perjanjian dengan Muhammad!” 

Mereka, sekali lagi, mengganggu keamanan anak-anak dan kaum perempuan Madinah yang ditinggal suami menjaga kota bersama Rasulullah. 

Saat yang sedemikian kritis, Rasulullah menjalani strategi tipu daya. Beliau mengutus Nu’aim ibn Mas’ud untuk memecah belah pasukan gabungan musuh. Nu’aim, yang secara kebetulan telah mengikuti ajaran Baginda Rasul tetapi tidak diketahui keislamannya, baik oleh suku Quraisy, Bani Ghathafan, maupun Bani Quraizhah, pertama-tama mendatangi kaum Yahudi Bani Quraizhah. 

Ia mengatakan sikap mereka dalam membantu kaum Quraisy dan Bani Ghathafan yang jelas-jelas bukan penduduk Madinah, adalah keliru. Maka, Nu’aim menyarankan kepada mereka untuk tidak ikut membantu, kecuali mereka diberi jaminan berupa tokoh-tokoh Quraisy.

Kedua, Nu’aim menemui kaum Quraisy. Ia berpura-pura menunjukkan ketulusan membantu dengan memberitahu bahwa kaum Yahudi telah menyesali perbuatan mereka dan menuntut jaminan berupa tokoh-tokoh Quraisy guna diserahkan kepada Nabi dan sahabat untuk dipenggal.

Ketiga, Nu’aim juga menemui pemimpin Ghathafan dan mengatakan hal yang sama persis seperti yang dikatakan kepada kaum Quraisy bahwa pemimpin Ghathafan mesti bersedia dijadikan jaminan.

Alhasil, Abu Sufyan dan pemimpin Bani Ghathafan mengecek ke Bani Quraizhah, dan benar adanya bahwa kaum Yahudi itu malas-malasan membantu pasukan gabungan, bahkan mereka menuntut agar para pemimpin Quraisy dan Ghathafan menyerah kepada pasukan Muslim. Apa yang dikatakan Nu’aim ternyata cocok dengan kenyataan, simpul mereka.

Dan buyarlah persekutuan pasukan besar itu, selain juga sebab angin kencang yang memporak-porandakan perkemahan mereka. Abu Sufyan bersama pasukannya meninggalkan Madinah. Pun dengan Bani Ghathafan yang sedari mula memang tak begitu berkepentingan menghancurkan Madinah selain janji kekayaan dari kaum Yahudi Bani Nadhir yang bersembunyi di Khaibar.

Tinggal nasib Bani Quraizhah. Rasulullah menyuruh Bilal untuk memberi tahu orang-orang, “Siapa yang mendengar dan taat maka janganlah shalat Ashar kecuali di tempat Bani Quraizhah.”

Pendeknya, Rasulullah dan pasukan Muslim berhenti di Bani Quraizhah dan mengepung mereka selama 15 hari (menurut keterangan Dr. Said Ramadhan Al-Buthy, 25 malam), sampai mereka lelah dikepung dan menerima eksekusi mati bagi kaum laki-laki dewasa. Sementara anak-anak dan perempuan ditawan dan dijual ke pasar budak. Lebih detail, silakan baca Kitab Al-Maghazi karya Muhammad bin ‘Umar al-Waqidi, atau Sirah Nabawiyah: Kisah Lengkap Kehidupan Rasulullah Ibnu Ishaq. 

Pasca-eksekusi mati, petualangan Bani Quraizhah di Madinah berakhir. Mereka memperoleh nasib lebih mengenaskan ketimbang dua bani Yahudi sebelumnya. Karena mereka memang lebih menusuk pengkhianatannya. Mereka bak duri dalam daging saat kaum Muslim mesti berhadapan dengan pasukan gabungan.

Begitulah.

Ungaran, 5 Oktober 2025

Baca juga: Sekilas kaum Yahudi (1)

Posting Komentar

0 Komentar