KETIKA Baginda Muhammad berusia 25 tahun, tutur Ibnu Hisyam, ia menikah dengan Khadijah binti Khuwailid Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr. Ibu Khadijah bernama Fathimah binti Zaidah bin Asham bin Rawahah bin Hajar bin Abd bin Ma’ish bin Amir bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr.
Khadijah binti Khuwailid adalah sosok perempuan saudagar yang terhormat, terpandang dan kaya, serta cerdas. Dia biasa mempekerjakan banyak lelaki untuk mengelola hartanya dengan sistem mudharabah berikut imbalan yang dia tetapkan sebagai hak mereka. Orang-orang Quraisy adalah kaum pedagang.
Ketika Khadijah mendengar tentang Muhammad, menyangkut kejujuran kata-kata, besarnya sifat amanah, dan akhlaknya yang mulia, Khadijah pun mengutus seseorang untuk menemui Muhammad guna menawarkan kepadanya untuk memperniagakan hartanya ke Syam sebagai pedagang. Imbalan yang dijanjikan Khadijah kepadanya lebih besar dibandingkan yang ia berikan kepada para pedagang lain. Dalam perniagaan itu Muhammad juga akan didampingi oleh seorang budak milik Khadijah yang bernama Maisarah. Muhammad bersedia menerima tawaran tersebut, dan dia pun berangkat pergi dengan membawa dagangan milik Khadijah.
Dalam perjalanan itu Muhammad singgah di bawah sebatang pohon yang tumbuh dekat kapel milik seorang pendeta, Nasthura. Pendeta itu menemui Maisarah dan bertanya, “Siapakah gerangan lelaki yang bernaung di bawah pohon itu?”
“Lelaki itu berasal dari suku Quraisy, penduduk asli Tanah Haram.” Jawab Maisarah.
Pendeta itu mengangguk-angguk, “Tidak ada yang beranung di bawah pohon itu kecuali dia pastilah seorang nabi.”
Setelah itu, Muhammad menjual barang-barang yang dibawa, kemudian ia membeli beberapa barang. Setelah semua beres, Muhammad pun beranjak pulang ke Makkah bersama Maisarah. Dalam perjalanan pulang, Maisarah menyaksikan bahwa Muhammad ternaungi atau terlindungi dari terik sinar matahari.
Setiba di Makkah lalu menyerahkan semua barang dagangan itu kepada pemiliknya, Khadijah. Setelah itu, Maisarah menuturkan kepada Khadijah ucapan si pendeta dan tentang dua malaikat yang selalu menaungi Muhammad.
Setelah mendengar penuturan Maisarah, Khadijah pun mengutus seseorang untuk menemui Muhammad guna menyampaikan pesannya. Isi pesan tersebut, “Wahai sepupu, sungguh aku tertarik kepadamu karena kekerabatanmu, kemuliaanmu di tengah kaummu, sifat amanahmu, keluhuran akhlakmu, dan kejujuran ucapanmu.”
Khadijah juga menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza, yang merupakan sepupunya sekaligus pemeluk Nasrani yang mempelajari kitab-kitab. Kepada Waraqah, Khadijah menyampaikan apa yang dituturkan oleh Maisarah, mengenai pernyataan si pendeta dan dua malaikat yang menaungi Muhammad.
Mendengar semua itu, Waraqah berujar, “Wahai Khadijah, kalau semua ini benar, maka Muhammad pasti adalah nabi umat ini. Aku sudah tahu bahwa umat ini segera mempunyai seorang nabi yang ditunggu-tunggu. Inilah masa kemunculannya.”
Selang beberapa kemudian Khadijah menawarkan dirinya kepada Muhammad. Pada saat itu, Khadijah adalah sosok perempuan Quraisy yang paling mulia nasabnya, paling agung kehormatannya, dan yang paling banyak hartanya. Setiap lelaki Quraisy ingin menikahinya, andai mereka mampu.
Setelah Khadijah mengutarakan keinginannya itu kepada Muhammad, ia pun kemudian menyampaikan hal itu kepada paman-pamannya. Selanjutnya, dengan didampingi pamannya, Hamzah bin Abdul Muthalib, Muhammad pergi ke kediaman Khuwailid bin Asad guna meminang Khadijah. Dan Khuwailid pun menerima pinangan itu lalu menikahkan Khadijah dengan Muhammad.
Muhammad menyerahkan mahar kepada Khadijah berupa dua ekor unta betina muda. Dan Khadijah merupakan perempuan pertama yang dinikahi Muhammad, serta ia tidak menikah dengan perempuan lain mana pun di sepanjang hidup Khadijah.
Dari pernikahan dengan Muhammad, Khadijah melahirkan semua anak baginda Muhammad kecuali Ibrahim. Ibu Ibrahim adalah Mariyah Al-Qibthiyyah, sahaya perempuan yang dihadiahkan Muqauqis. Mariyah berasal dari Hafn di Kawasan Ashina.
Jadi, anak-anak Muhammad bersama Khadijah adalah Al-Qasim, Ath-Thayyib, Ath-Thahir, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fathimah. Namun, Al-Qasim, Ath-Thayyib, dan Ath-Thahir meninggal dunia pada masa jahiliah. Sedangkan putri-putri Muhammad semuanya hidup sampai masa Islam. Mereka semua masuk Islam dan ikut hijrah bersama sang Baginda.
Demikian!
Baca juga: Bertemu Bahira

0 Komentar