ROMBONGAN itu terus mendekat sampai akhirnya mereka berhenti di bawah naungan sebatang pohon dekat kapel Bahira. Pada saat itulah Bahira melihat awan yang menaungi Muhammad yang ikut bernaung di bawah pohon itu. Sementara dahan ranting pohon tersebut bergerak condong ke arahnya sehingga ia dapat bernaung di bawahnya.
Saat Bahira melihat semua itu, Bahira bergegas keluar turun dari kapelnya dan memerintahkan pembantunya membuat makanan yang kemudian diantarkan kepada rombongan Quraisy.
“Wahai orang-orang Quraisy, sungguh aku telah membuat makanan untuk kalian. Karena itu aku ingin kalian semua hadir di sini; baik anak kecil maupun orang dewasa, baik budak sahaya maupun orang merdeka.” Kata Bahira.
“Demi Allah wahai Bahira, ada sesuatu padamu dengan apa yang engkau lakukan kepada kami hari ini, karena sebelumnya engkau tidak pernah memperlakukan kami seperti ini, meskipun sebenarnya kami sering melewati tempatmu ini. Jadi, apakah gerangan sesuatu itu hari ini?” tanya saeorang Quraisy.
“Engkau benar.” Jawab Bahira. “Semua ini memang seperti yang kau katakan itu. Tetapi kalian adalah tamu dan aku ingin menghormati kalian dengan membuat makanan untuk kalian agar kalian semua dapat menyantapnya.”
Seluruh anggota rombongan Quraisy pun lalu masuk ke kediaman Bahira, sementara Muhammad tidak ikut bersama mereka disebabkan usianya yang masih kecil. Ketika semua rombongan masuk, ia tetap bernaung di bawah pohon bersama barang bawaan milik kaum Quraisy. Sementara itu, ketika Bahira memperhatikan orang-orang Quarisy yang masuk ke tempatnya, ternyata dia tidak melihat tanda-tanda yang ada padanya.
“Wahai orang-orang Quraisy, jangan sampai ada seorang pun dari kalian yang tidak ikut menyantap makananku ini.”
“Wahai Bahira, tidak ada seorang pun dari kami yang tidak mendatangimu saat ini, kecuali hanya seorang bocah yang umurnya paling muda di antara kami semua, sehingga dia tetap berada bersama barang-barang kami.”
“Janganlah kalian berbuat seperti ini,” kata Bahira. “Panggillah dia agar dapat ikut makan bersama kalian!”
“Demi Lata dan Uzza, sungguh menjadi aib bagi kami jika anak Abdullah tidak ikut bersantap bersama kami.” Kata salah seorang Quraisy.
Orang itu pun bergegas mendatangi Muhammad, mengajak masuk, dan mendudukkannya Bersama orang-orang Quraisy lainnya.
Ketika Bahira melihatnya, dia pun memperhatikannya dengan sangat teliti, seraya menelisik seluruh tubuh Muhammad. Dan ternyata semua sifat nabi yang dijanjikan memang ada di diri bocah itu.
Seusai bersantap, orang-orang Quraisy membubarkan diri beranjak keluar dari situ. Sementara Bahira melangkah mendekati Muhammad, lalu bertanya, “Wahai anak muda, dengan nama Lata dan Uzza aku bertanya kepadamu dan engkau harus menjawabnya.”
Bahira mengucap seperti itu, karena dia mendengar orang-orang yang datang bersama bocah Muhammad ini bersumpah dengan nama Lata dan Uzza. Namun, Muhammad langsung menukas, “Janganlah sekali-kali menyebut nama Lata dan Uzza, wahai Bahira. Demi Allah, tidak ada sesuatu yang begitu kubenci seperti kebencianku kepada kedua berhala itu.”
“Baiklah, dengan nama Allah aku bertanya.” Kata Bahira.
Dan Bahira pun bertanya kepada Muhammad tentang berbagai hal yang berkaitan dengan dirinya, termasuk tentang tidurnya, tubuhnya, dan berbagai hal lain. Muhammad menjawab semua yang ditanyakan, dan ternyata semua jawabannya cocok dengan apa yang diketahui Bahira terkait ciri-ciri nabi.
Setelah bertanya, Bahira melihat punggung Muhammad, dan dia pun melihat Khatam Nubuwwah (seperti bekas bekam) di antara bahunya dengan posisi dan ciri-ciri seorang nabi yang telah diketahuinya.
Setelah selesai semuanya, Bahira menemui paman Muhammad, Abu Thalib, dan bertanya, “Apa hubungan anak ini denganmu?”
“Dia adalah anakku,” jawab Abu Thalib cepat.
“Dia pasti bukan anakmu,” tukas Bahira. “Anak ini tidak mungkin masih memiliki ayah yang masih hidup.”
“Sebenarnya dia anak saudaraku.” Jawab Abu Thalib.
“Apa yang dilakukan ayahnya sekarang?” tanya Bahira.
“Ayahnya sudah meninggal dunia saat dia masih dikandung ibunya.”
“Engkau benar. Oleh karena itu bawalah ponakanmu ini kembali pula ke negerimu. Jagalah dia dari orang-orang Yahudi. Demi Allah, kalau mereka melihatnya dan mengetahui seperti apa yang kuketahui, pasti mereka akan membunuhnya. Sesungguhnya akan terjadi suatu perkara besar pada keponakanmu ini. Jadi segeralah engkau bawa dia pulang ke negerimu.” Pesan Bahira.
Abu Thalib pun segera membawa Muhammad pulang ke Makkah setelah menyelesaikan urusan niaganya di Syam.
Para sejarawan menyatakan berdasar riwayat yang disampaikan banyak orang, bahwa Zurair, Tammam, dan Daris, yang ketiganya merupakan orang-orang Ahlul Kitab, melihat pada diri Muhammad, hal-hal yang Bahira lihat dalam perjalanan bersama Abu Thalib tersebut. Mereka bertiga berusaha menemukan Muhammad lewat Bahira, tetapi Bahira melindungi Muhammad dari mereka seraya mengingatkan mereka akan Allah, berikut segala hal yang mereka temukan dalam kitab suci mereka berupa penyebutan Muhammad lengkap dengan ciri-cirinya.
Bahira juga mengingatkan bahwa kalaupun mereka sepakat untuk membunuh Muhammad, mereka tidak mungkin dapat mendekatinya. Bahira terus mengingatkan orang-orang Ahlul Kitab itu sampai akhirnya mereka menyadari kebenaran yang dia ucapkan kepada mereka. Orang-orang Ahlul Kitab itu pun akhirnya mengurungkan niat dan pergi meninggalkan Bahira.
Sementara itu, Muhammad terus bertumbuh kembang, dengan Allah terus menjaga dan melindunginya dari segala bentuk kekotoran jahiliah. Hingga Muhammad menjadi sosok lelaki yang paling unggul kepribadiannya di tengah kaumnya, paling mulia akhlaknya, paling mulia nasabnya, paling baik dalam bertetangga, paling besar kesantunannya, paling jujur kata-katanya, paling teguh memegang amanah, paling jauh dari kekejian serta segala bentuk perilaku yang kerap menodai para lelaki, dengan menjauhi segala keburukan sejauh-jauhnya, sampai-sampai kemudian kaum Quraisy menggelari Muhammad dengan “Al-Amin”, karena Allah telah menghimpun dalam dirinya segala bentuk kesalehan.
Demikianlah!

0 Komentar